Sudah baca ini ?
Tunggu ya...
Kamis, 30 April 2015

Diantara bentuk kesempurnaan agama Islam ini adalah adanya pernikahan. Pernikahan itu sendiri bukan sekedar untuk menuntaskan kebutuhan seks semata, akan tetapi didalam islam ada keutamaan tersendiri, ada hukum yang mengaturnya dari sejak awal bagaimana memilih istri, hingga proses perceraian jika sudah tak terjadi keharmonisan diantara pasangan suami istri.


Diantara tujuan pernikahan adalah :

a. Melestarikan alam keturunan ummat manusia.
Pada dasarnya manusia menyukai dan menginginkan jika kelak suatu hari dia telah tua dan pergi dari dunia ini , hartanya , segala sesuatu yang dimilikinya ada yang mewarisinya, dan jejaknya ada yang meneruskannya. Jika dia seorang Raja, maka dia tentunya menginginkan anaknya kelak yang mewarisi tahtanya, jika dia seorang pebisnis, maka bisnisnya di teruskan oleh darah dagingnya. Dan seterusnya. Untuk mencapai semua itu, maka dia membutuhkan pasangannya, karena apalah artinya seorang pria atau wanita tanpa ada pasangannya. Sehebat apapun seorang pria atau wanita, akan merana hidupnya jika tak memiliki pasangan.

Dari sejak awal penciptaan manusia, Allah Jalla Wa ‘Ala sudah sangat mengerti akan kebutuhan hambaNya, Dia menciptakan Adam beserta Hawa, berpasangan, agar satu sama lain bisa menyandarkan diri, bermesraan, dan lebih dari itu semua adalah memiliki keturunan. Sekaya apapun seorang manusia, batinnya akan merana jika tak memiliki keturunan dari darah dagingnya sendiri. Sehebat apapun seorang pria atau wanita, dia tetap membutuhkan pasangan hidup untuk berbagi, kawan curhat, tempat berkeluh kesah dan bermanja..

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa tenang dengannya dan Dia menjadikan mawaddah dan rahmah di antara kalian. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mau berpikir.”  (Ar-Rum: 21)

Berdasarkan ayat diatas, pernikahan yang normal dan diberkahi adalah pernikahan yang terjadi diantara jenis sendiri, misalkan manusia dengan manusia, bukan manusia dengan jin, bukan manusia dengan hewan, dan pernikahan yang normal selaras dengan syari’at dan norma masyarakat adalah pernikahan jenis kelamin berbeda, bukan pernikahan sesama jenis.

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nur : 32)

Didalam ayat diatas, Allah Jalla Wa ‘Ala juga menjelaskan beberapa faidah :
1. Menikahi wanita yang tidak dalam pernikahan.
2. Menikahi wanita yang sudah layak menikah
3. Diperkenankan memilih wanita yang sesuai dengan keinginan kita
4. Allah menjamin akan menambahkan rezeki dan mencukupkannya bagi yang mau menikah. Dari pernikahan itulah membuahkan anak, keturunan, sehingga kehidupan manusia diatas bumi ini menjadi lestari, berkembang, dan saling mewarisi diantara keluarga.

Bukan hanya sekedar melestarikan kehidupan, akan tetapi pernikahan juga melestarikan pahala amalan kita, jika anak anak kita kelak menjadi anak yang shalih shalihah, maka seluruh amalan shalih si anak akan berpahala juga bagi kedua orang tuanya meski mereka telah terkubur tanah, dan pahala tersebut tak mengurangi sedikitpun pahala dari yang diperbuat oleh sang anak tersebut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Ditulis oleh Abu Iram 

0 komentar:

Posting Komentar

SIlahkan tulis komentar dengan bebas dan sopan