Sudah baca ini ?
Tunggu ya...
Rabu, 28 Oktober 2015

Info Post
Syurga yang tak dirindukan, demikianlah mereka memberikan label terhadap poligami. Sekilas kalimat tersebut begitu menyentuh, mampu mendramatisir keadaan yang terkait dengan poligami yang dalam perjalanannya tentu memiliki masa pahit, penuh kekecewaan, penuh amarah, bahkan sebagian pasti pernah terlintas dihati para istri untuk mati saja daripada menanggung beban mental yang teramat sulit itu..

Lalu tepatkah jika poligami dikatakan sebagai syurga? entah diartikan dirindukan atau tak dirindukan ..

Secara bahasa, menamai poligami sebagai Syurga adalah sebuah kesalahan. apalagi secara makna, karena pada dasarnya kata syurga diambil dari Jannah, yang mana jika huruf dan JIM dan NUN bertemu, maka maknanya tersembunyi, semisal makna JIN, atau JANIN. Yaitu tak nampak. Adapun para ulama islam memaknai syurga adalah sesuatu yang berlimpah kenikmatan dan tak pernah terbayangkan dan tak tergambarkan oleh kita.

Maka penyandaran poligami sebagai syurga, yang entah dirindukan atau tidak jelas salah, karena poligami bagi seorang pria adalah amanah, beban berat, yang mana dia harus menjadi imam bagi kedua istrinya atau lebih. Dia akan ditanyai kelak mengenai semua apa yang terjadi dalam keluarga besarnya. Jelas ini bukan sebuah syurga, bukan kenikmatan yang tiada tara.. Apalagi bagi para istri, poligami adalah sebuah ujian, sebuah beban mental, sebuah cobaan yang teramat besar, yang dimana disaat menimpa seorang istri pertama, maka bercampur aduklah semua perasaannya, ada marah, benci, kecewa, kesal, terpuruk, merasa terhina, merasa tak berguna, merasa dicampakkan, merasa di khianati, merasa ditinggalkan, merasa sebagai sampah yang buruk dan tak berguna. Dan ini sama sekali bukan sebuah nikmat tentunya!!

Maka bagi seorang suami pun, disaat dia poligami, maka mentalnyalah yang diuji, dimana dulu dia mungkin hanya dihadapkan kepada seorang istri, maka dimasa dia berpoligami, dia harus kuat menghadapi dua karakter makhluk manis atau lebih, yang masya Allah, satu saja kalau merajuk sudah bikin puyeng, bikin terampun ampun, maka tentu bisa dibayangkan disaat ada dua atau tiga atau malah empat yang ngambek, merajuk! Bahkan dalam satu kondisi, bisa saja makhluk manis itu menjadi kompak memusuhi dan marah kepada suaminya, nah loooh, ribetkan !!

Jadi, secara makna yang benar, poligami adalah suatu ujian, bagi suami, dan bagi istripun demikian, betapa sulitnya tentu membagi dan berbagi seorang istri kepada wanita lain, yang mana terkadang bisikan syetan begitu kuat untuk pergi meninggalkan semuanya, merasa ingin lari dari kenyataannya, tak jarang mereka dimasa itu saking kesalnya, akhirnya mengobral aib rumah tangganya, entah dengan menelpon saudaranya, mengungkapkannya di media sosial, mengunggahnya menjadi video curhatan, atau apapun itu dalam rangka menjatuhkan suaminya. Padahal jika difikirkan dalam keadaan jernih, dia akan bisa menyadari, bahwasannya, mengobral aib suaminya, sama dengan menelanjangi dirinya sendiri, karena suami istri itu ibarat sebuah pakaian satu tubuh, jika auratnya terungkap, maka tentu telanjanglah mereka.

Menyadari dan menerima takdir memang sulit, disaat istri mengobral semua urusan rumah tangganya dengan landasan kecewa berat kepada suami, maka apa yang didapat? kepuasankah? kegembiraankah? selesaikah masalah? tentu saja tidak. Sama halnya jika suami mereka meninggal dunia, maka meski menangis darah, menjerit dan mengoyak badan mereka sendiri, takkan pernah mengembalikan suami mereka, takkan merubah keadaan.

Maka, dalam pandangan penulis, belajarlah memperbaiki keadaan, dengan menimbang sisi pembolehan oleh agama kita yang mulya ini, kemudian bersabarlah, adukan semuanya kepada Allah, agar diberi ketabahan, kekuatan, kesabaran, dan diberikan suami yang bisa berbuat adil, berbuat kebaikan bagi semuanya. Tentu doa ini jauh lebih baik daripada memberontak, dan mengarah kepada perceraian, yang bisa mengorbankan banyak hal dan banyak pihak. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok, apakah dengan bercerai akan menjadi lebih baik atau malah menjadi lebih buruk, maka kesabaran untuk terus bersama, seraya membantu mengingatkan suami jika lalai dan tak adil kepada istrinya, tentu akan jauh lebih bisa membawa kepada kebahagiaan, maka inilah kunci yang bisa memasukkan kita kepada syurga atau neraka, bukan dengan sebab poligaminya .

Menimbang beratnya poligami,maka tentu bagi yang INGIN haruslah menimbang extra dengan banyak perhitungan, agar tidak terjebak menjadi malapetaka, adapun jika SUDAH TERLANJUR, maka sangat salah jika kita pihak luar mencibir pelakunya, yang terbaik adalah bagi si pelaku untuk bisa mempertahan keutuhan semua rumah tangganya, dan kita pihak luar mendoakan kebaikan agar mereka diberkahi perjalanannya, karena mental poligami itu tak bisa disandarkan kepada apakah dia orang awam, ustadz, atau ulama, karena terkadang seorang yang berilmu saja bisa gagal disaat tak memiliki mental menghadapi istri istrinya, dan tak bersabar atas ujiannya, demikian juga seorang wanita, tak bisa menjadi jaminan seorang yang rajin ibadahnya, bagus pemahaman ilmunya, lantas kuat menghadapi ujian poligami..

So.. atas segala hal, tulisan saya sekedar ulasan saja, dan sebuah masukan serta motivasi bagi yang ingin melakukannya, atau sudah melaksanakannya.. topik poligami merupakan topik terpanas sepanjang masa..hehehe.. Semoga berkenan dan bermanfaat bagi saya dan para pembaca..

Tulisan ini saya dedikasikan untuk seorang teman saya yang baru saja melangsungkan poligami.
Ditulis oleh Abu Iram

0 komentar:

Posting Komentar

SIlahkan tulis komentar dengan bebas dan sopan